Do What You Loved, and Love What You Do!
Tidak seperti biasanya, hari sabtu ini rasanya berat buat membuka mata, rasanya masih pengen tidur istirahat. Gak sadar, alarm sudah snooze sampe ke lima kalinya. Derita kerja sambil kuliah, capek ? Iya . Jenuh ? Pasti ! Stress ? Hhmm jangan ditanya. Membagi waktu antara kerja, kuliah dan istirahat itu gak gampang. Tapi yah itu konsekuensinya.
Shift kerja pertama, otomatis pulangnya siang. Capek. Setting alarm jam 4 sore. Tidur. Sebelumnya sih lancar-lancar aja kalo ada jadwal kayak gini. Tapi hari ini gak tau ada setan apa, males banget bangunnya. Bangun-bangun sudah jam 5 sore.
"aaarrrgghhhh telaaaaaaaaaaaatttt!!! Padahal ada kuliah jam 6.", bangun dari kasur masih pakai seragam kerja lengkap sambil lari ke kamar mandi.
Kaget ? Jelaslah. Mau nangis rasanya. Secara si Arna tipe Intime Girl. Masih kaget sampe keringetan, nyawanya belum full pula. Lari sana sini buat nyiapin kuliah.
"ma .... mama ..., berangkat kuliah dulu yah!", teriak nyariin mama buat pamit kuliah.
"tumben mepet berangkatnya ?", senyum-senyum ngeledekin. Si Arna manyun aja tuh
"itu alarm hape udah gak mempan nak buat kamu. Bisa-bisanya setting alarm tapi disnooze sampe 5 kali.", sambil nyiapin makan malam di dapur.
"udah ah ma, Arna berangkat dulu. Assalamualaikum.", sambil lari ke depan gang buat nungguin angkot.
Polemik dalam menunggu angkutan kota ato sebut aja angkot adalah penumpangnya harus penuh baru deh berangkat. "Gak kumpul, gak budal". Kurang lebih gitu slogan para supir angkot.
Cemas, ngeliatin jam tangan mulu. Rasanya gak ada kesempatan ngecek hape. Tujuan sore itu cuma sampai ke kampus tepat waktu.
Jam 18.15 baru sampai kampus. Fix telat. Ini telat. Rasanya gak mau masuk ruang kelas. Tapi gak mau bolos kuliah. Lari deh ke lorong kampus. Nyari kelas yang biasanya ditempel di papan pengumuman. Ya masih konvensional sih caranya.
"mana ruang kelasnya yah, kok gak ada sih. Duh makin telat deh nih", sambil bacain satu per satu tulisan yang ditempel di papan pengumuman. Baca lagi ke tiga kalinya masih juga gak ketemu tuh ruang kuliahnya.
Masuk lah ke ruang akademik, "Permisi, Pak Don, mau tanya kelas MS28 ruang kuliahnya dimana yah, aku baca di papan kok gak ada.".
"hahahaha Kamu mimpi ? Kan memang sudah gak ada jadwal kuliah Arnaaa. Jum'at minggu depan serentak ujian semua kelas.", penjelasan Pak Doni sambil ngeledekin Arna dan tertawa.
MALU berasa dapet ZOONK
"makasih Pak Don", sambil melipir keluar ruangan saking malunya.
Alhamdulillah, iya. Sebel, iya banget. Ngerti kan ya rasanya kalo dikerjain. Prank. Yah gitu deh rasanya.
Berhubung sudah waktunya sholat Maghrib, Arna menyempatkan diri ke Musholah kampus.
Sesudahnya sholat, Arna duduk di tangga depan kampus.
"ini kenapa gak ada info sih temen-temen.", sambil scrolling chat grup kampus di Whats App.
Kaget dan malunya bukan kepalang, ternyata di grup sudah rame bahas jadwal ujian dan libur kuliah.
Mau balik rumah, ah Arna malu abis sama mamanya. Masih mikir mau kemana, iseng-iseng aja. Anak jaman sekarang, kalo lagi nganggur aplikasi yang dibuka ya Instagram. Scroll scroll scroll instagram.
"Singto ? Krist ? Ini beneran ?", saking kagetnya. Postingan terakhir mereka di instagram Singto berlatarbelakang di Pasar Baru ala ala menyebrang jalan. Tapi tetep yah, cakepnya gak berubah.
Kok aneh yah mereka di Indonesia, tapi gak adakah yang sadar mereka disini.
"heh Epi, tau gak sih si Singto sama Krist lagi di Indonesia ?", Arna pun langsung dm Epi via Instagram.
"eh masa' iya, belum cek ig lagi sih", Epi pun juga scrolling ig nya. Tak berapa lama, Epi pun membalas,"omaiiigottt, iya beneran. kok bisa ? gak ada kabar. Diem-diem apa gimana sih mereka tuh". Saling menimbulkan tanda tanya besar.
Singto dan Krist adalah artis muda Thailand.
Tapi anehnya, mereka ke Indonesia tanpa ada promo, tanpa ada gembar-gembor, tanpa ada yang tahu. Is this real ? Masa iya mereka beneran di Indonesia. Masih gak nyangka sih.
"Pi, aku gak bisa tinggal diem. Besok kan libur. Aku mesti cari mereka. Itu lokasi deket sama rumahku. Kemungkinan kalo mereka jalan, harusnya homestay mereka gak jauh-jauh dari dimana mereka jalan-jalan. ya kan ?", Arna coba meyakinkan Pi.
"ya juga sih, aduh aku jadi kepo.", kekepoan mereka semakin menjadi.
**********
Minggu pagi jadwal Arna olahraga pagi. Rute yang dilalui tidak jauh dari pasar baru dekat rumah Arna dan kampus. Ya, area rumah Arna memang dekat dengan banyak kampus dan sekolah. Pasang headset dan mulailah Arna berlari.
Tak terasa sudah mencapai 5 km kaki Arna berlari. Arna cukup kelelahan dan membuatnya memotong jalan yang awalnya rute jalan besar, ia memilih jalan pintas dengan masuk ke perumahan tepat di depan Kampus. Arna hapal betul jalan tikus daerah sekitar rumahnya, meskipun ia gak bisa naik motor sendiri *oopss.
Anehnya. Arna memilih jalan yang jarang ia lewati dari Perumahan itu. Didepannya terlihat, entah homestay atau asrama mahasiswa Luar Negeri yang mana di depan halaman tersebut sudah banyak terlihat seperti mahasiswa dan mahasiswi Luar Negeri. Tanpa ragu, Arna pun menghampiri salah satu mahasiswi dengan potongan rambut lurus sebahu, dengan kulit kuning langsat dan rupa yang cantik.
"Permisi...", Arna menyapa mahasiswi itu dengan Bahasa Indonesia. Kemudian hening. Mahasiswi tersebut diam tanpa kata. Seolah tak mengerti apa yang dikatakan oleh Arna.
"hhhmmm ... ", celinguk Arna di belakang mahasiswi itu.
*ini anak diam aja, gak bisa Bahasa Indonesia apa gimana sih* dalam hati Arna.
Tak lama, seseorang laki-laki berwajah tirus, berkulit putih mengenakan kacamata yang tingginya sekitar 170 cm pun menghampiri Arna perlahan. Seakan ingin menawarkan bantuanya. Semakin dekat, semakin jelas wajah laki-laki itu.
Singto ? tuh anak Singto bukan sih ? Apa iya ? Masa' iya itu Singto ? Beneran itu Singto disini?
"Excuse me, boleh saya bantu?", kalimat pertanyaan dengan logat yang cukup aneh didengar membuyarkan lamunan Arna.
Betapa tidak, tak lama setelah Arna tersadar dari pertanyaan-pertanyaan di pikirannya. Dan benar, itu adalah Singto. Singto yang harusnya Arna cari dimana keberadaannya di Indonesia. Tanpa bersusah payah, Arna sudah menemukan dimana Singto tinggal di Surabaya.
Eh tunggu, ini mimpi ?
"perkenalkan, saya Singto.", semakin diyakinkan oleh Singto bahwa dia benar-benar Singto yang memperkenalkan diri pada Arna dengan salam khas Thailand, yaitu Wai.
"dan Ini, May", memperkenalkan mahasiswi cantik sebelah Singto. Dan benar, May tidak bisa berbahasa Indonesia sekalipun bahasa Inggris.
Waktu serasa terhenti. Arna terbelalak dengan kalimat itu. Secara perlahan kebodohan Arna keluar, dengan menjulurkan tangannya kepada Singto untuk berjabat tangan. Ya, berbeda adat dan budaya. Tak ada salahnya saling memperkenalkan budaya Negara masing-masing. Tapi Arna tanpa sadar menyodorkan tangannya pada Singto dan tanpa berkedip sekalipun.
"Arna.", Singto yang sedikit bingung menyambut jabatan tangan Arna saat itu.
Singto bisa bahasa Indonesia ? hahaha cukup menggelikan. Ya meskipun tidak sepenuhnya dia berbahasa Indonesia, tapi dia bisa berbahasa Indonesia. Thanks God. Jadi gak susah-susah ya kalo mau tanya-tanya.
"Please, have a seat Arna.", mempersilahkan Arna duduk di kursi dan meja portable yang berada tepat di belakang mereka.
Arna dan Singto berbincang banyak mengenai pendidikan dan negara mereka sampai tak terasa waktu pun berlalu begitu cepat. Arna pun baru sadar bahwa dia berkeringat setelah berolahraga tadi. Niat Arna untuk pulang saat itu, memunculkan ide bagus.
"Would you mind to come to my house, Singto ?", ide ini diterima baik oleh Singto dan kawan-kawannya saat itu.
**********
Waktu menunjukkan pukul 15.00. Arna menjemput Singto dan kawan-kawan barunya itu untuk datang ke rumahnya. Hanya beberapa yang ikut. Arna tak mempermasalahkan hal itu, hal terpenting adalah Singto datang ke rumahnya. LOL
"Hi!", lambaian tangan Arna pada Singto yang masih berada di depan kamarnya di lantai 3.
"ready ?", tanya Arna pada Singto yang begitu antusias.
"ya, saya bersama 2 teman. Is it okay ?", Singto bertanya pada Arna. Arna hanya tersenyum dan menganggukkan kepala atas pertanyaan Singto itu.
itu May, tapi sebelahnya siapa yah ? laki-laki berkulit putih itu cukup familiar di mata Arna.
"May dan Krist boleh ke rumah kamu ?", Singto menyebutkan nama itu sambil tersenyum.
"ini Krist ? Krist yang itu ?", pertegas Arna kepada Singto.
Krist juga memberikan Wai-nya pada Arna. Arna membalas Wai Krist meskipun sedikit kaget dengan kehadiran Krist. Krist yang awalnya tidak terlihat ketika Arna main ke homestay mereka.
Singto, May dan ternyata Krist pun mau bergabung untuk datang ke rumah Arna. Ternyata Krist juga tak keberatan untuk diajak ke rumah Arna.
Mereka berempat berjalan bersama ke rumah Arna. Selama perjalanan, mereka berempat mengobrol. Singto pintar. Bahasa Inggris yang mumpuni. Bisa sedikit bahasa Indonesia pula. Setiap Arna mengajukan pertanyaan pada May dan Krist, Singto menjadi translator. Mereka bercerita begitu senangnya menjalani kegiatan yang mereka senangi.
Awalnya memang berat bagi mereka. Terlebih lagi harus menempuh pendidikan mereka di beda negara. Bertemu dengan orang-orang baru, dengan budaya baru, termasuk cara berpikir yang baru. Lingkungan yang berbeda dan tempat tinggal yang mereka tinggali juga berbeda dengan negara mereka. Memang Indonesia dan Thailand memiliki kemiripan, namun untuk beradaptasi dengan hal yang baru, tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Ternyata artis-artis Thailand ini, bukan hanya pandai berakting, tapi mereka juga memikirkan pendidikan mereka. Mereka merupakan mahasiswa dan mahasiswi untuk Study Exchange di Indonesia yang mana kampus mereka sering dilalui Arna setiap berolahraga. Dan Singto lah yang ditunjuk menjadi Student Leader dari kampusnya dikarenakan ia sedikit banyak mengerti mengenai Indonesia dan budaya di Indonesia. Tak dipungkiri, Singto yang bahasa Inggrisnya mumpuni, ia juga dapat berbahasa Indonesia meskipun sedikit.
Dari sinilah, Arna tersadar. Kuliah dan bekerja apabila dilakukan dengan keikhlasan akan mendapatkan hal baik pada dirinya sendiri. Sama halnya seperti artis-artis ini yang menempuh pendidikan mereka dan masih harus bekerja ketika sudah kembali ke Negaranya. Arna yang masih kuliah dan bekerja di Negara yang sama, terkadang masih merasakan kelelahan, kejenuhan. Dan dari situlah Arna harus mampu mencari jalan keluar agar yang ia lakukan tidak menjemukan dan ia mendapat perlajaran berharga dari apa yang ia lakukan.